Part 2
Hari ini adalah
hari terakhir ujian semester untuk ujian tulis atau materi, untuk ujian praktek
waktunya tentative disesuaikan dengan tersedianya tempat dan jadwal dosen.
Sebenarnya jadwal ujian praktek sudah ditetapkan seminggu yang lalu bersama dengan
jadwal ujian tulis. Namun karena banyaknya peserta ujian dari semester 1 sampai
semester akhir dan ketersediaan tempat pun terbatas, akhirnya dibagi-bagi
jadwalnya agar kondisinya kondusif. Menurut jadwal, aku dapat jatah ujian
praktek minggu ke-3 bulan ini, tapi entahlah kapan waktu fixnya nanti
konfirmasi ke dosen dulu. Aku dan Amaiza memutuskan untuk jalan-jalan ke taman
kota sore ini, seperti rencana kami sabtu lalu sebelum ujian. Sebenarnya aku
ingin istirahat saja di kos, kebayang kan bagaimana rasanya pusing kepalaku
selama 2 minggu digenjot dengan puluhan buku tugas dan materi. Tapi janji
adalah janji hutang adalah hutang, aku memang mengajak amaiza pergi ke taman
agar dia semangat belajar dan juga gak banyak cerewet bertanya ini itu. Dia
memang tipe orang yang cerewet ketika belajar, kalau suasananya hening dia
mudah bosan bahkan kadang malah tertidur.
Sekitar Pukul
16.00 WIB, aku dan amaiza sudah bersiap dengan kostum masing-masing dalam
rangka refreshing pasca ujian tulis semester III. Temanku Amaiza atau sapaan
akrabnya May, benar-benar kelihatan ceria sekali. Dia mengenakan outfit dengan
warna serba cerah dan make up natural namun cukup menarik perhatian karena gaya
make up dia kali ini seperti ala korea. Sedangkan aku, aku memang tidak suka
terlalu ribet masalah fashion, cukup lipbalm dan sunblock aja kadang malas
memakainya tapi kalau hand and body lotion itu wajib banget karena Jakarta sangat
panas dan polusi udaranya bisa membuat kulit kering dan kusam.
Sekitar satu
jam kemudian, kami sampai di lokasi yang kami tuju. Taman Kota yang kami kunjungi
kali ini adalah Monumen Nasional (Monas). Disana sudah terlihat ramai khalayak,
pasangan muda mudi, bahkan keluarga besar sedang menikmati panorama taman kota
bersejarah itu, apalagi suasana sore ini cukup cerah sehingga langit di atas
menara sejarah itu tampak indah. Kami berdua memutuskan untuk mencari tempat
yang bisa digunakan untuk duduk-duduk dan ngobrol santai.
“Dira, kamu
duduk disini ya, aku mau beli cemilan dulu.. awas ya jangan kemana-mana!” Kata
Amaiza sambil menyuruhku duduk disebuah bangku yang berada tidak jauh dari
lokasi Monas
“iya…iya, mana
mungkin aku ninggalin kamu sih. “ jawabku sambil sedikit menahan tawa
Amaiza berlalu
dari pandanganku, sekilas tampak ekspresinya tadi ketika menyuruhku duduk. Dia
tahu benar, aku tidak mempunyai banyak uang jadi dia inisiatif untuk membeli
cemilan sendiri. Dia tahu juga kalau aku gak akan mau diajak membeli makanan
banyak-banyak, karena aku memang hemat masalah anggaran belanja. Sedangkan dia
sendiri takut kalau aku meninggalkan dia sendirian di Monas, selama ini memang
kami selalu pergi kemanapun berdua maklum aja kami adalah jomblo sejati alias
belum punya pacar. Amaiza memang suka ngemil
tapi dia takut juga aku meninggalkan dia di Monas, dia kelihatan lucu sekali,
berkali kali menengok ke belakang untuk mengecek apakah aku masih berada
ditempat.
Aku mulai
memperhatikan keindahan taman kota bersejarah itu, setiap sudut terlihat
dipenuhi orang-orang yang ingin menghabiskan weekend nya disini. Ada juga yang
sedang olahraga di lapangan yang telah disediakan, di beberapa sudut yang lain
terlihat pasangan muda mudi yang saling memadu kasih sambil menikmati
pemandangan taman kota itu. Tiba-tiba ada segerombol pemuda yang mendekat ke
bangkuku, dan 2 diantaranya dengan senaknya saja duduk disampingku.
“ Ven, payah lo
sama anak kemaren sore nyerah gitu aja.” Kata salah seorang dari pemuda yang
duduk disebelahku
“ bukan gitu
Ren, udah jam berapa ini, gue gak mau ribut sama mereka?” jawab pemuda yang
lain yang duduk tepat disebelahku
“ya udah bro,
next time kita tanding lagi sama mereka gimana? Gue punya kontak mereka, biar
kita gak malu, dimana harga diri kita bro?” kata pemuda yang lainnya menyambung pembicaraan
“oke, gue
setuju bro, kita babat abis tim mereka, anak kecil aja ptantang ptinting ngajak
tempur!” sambung pemuda yang lain
“ya udah, gue, Fabian,
sama Donny setuju tanding lagi, gimana kalian berdua?” Tanya seorang pemuda
yang berdiri
“gue ikut, kalau
Raven ikut.” Jawab salah satu pemuda yang duduk disebelahku sambil menoleh ke arah
pemuda yang satunya.
“oke, gue ikut
kalau Rendy ikut, timingnya kapan WhatsApp gue aja ya.” Jawab pemuda yang duduk
tepat disebelahku sambil membuka botol air minum mineral dan meminumnya.
Aku bingung mau
bagaimana, kalau aku tetap duduk disini aku merasa risih mendengar obrolan
mereka. Kalau aku pergi, bagaimana dengan Amaiza, dia bisa menangis kalau
sampai kesasar dan gak bisa menemukan lokasiku berada. Aku Benar-benar bingung
dan bimbang, Disisi lain para pemuda itu, tidak lekas pergi dari bangku ini, mereka
justru chit chat panjang entah tentang apa. Mereka sepertinya habis melakukan
kompetisi sesuatu, mungkin olahraga karena pakaian mereka seperti baju pemain
bola dan badannya penuh dengan keringat yang berbau masam menyengat. Itu juga salah
satunya, yang membuat aku gak nyaman
bertahan duduk disini.
“ehh, bro
sebelah lo tuh……” kata seorang pemuda yang berdiri lirih kepada pemuda yang
duduk tepat disebelahku
“eh dek, mau
minum gak? Atau cemilan…” kata pemuda yang duduk tepat disebelahku sambil
menyodorkan air minum kemasan dan satu bungkus snack kepadaku
“gak kak,
makasih… silahkan makan aja, gak papa.” jawabku lirih dengan sedikit risih dan
malu
“gak mau lah
bro, cuci dulu tangan lo, atau mandi dulu sana, gak ngaca muka lo kaya badak,
asem banget baunya.” Kata seorang pemuda yang berdiri sambil tertawa cekikikan
disambung dengan pemuda lain yang ikut tertawa
Aku benar-benar
merasa sudah tidak nyaman lagi, karena dijadikan bahan candaan oleh mereka.
Akhirnya aku langsung berdiri dan tanpa pikir panjang pergi meninggalkan bangku
itu. Aku benar-benar merasa kesal dengan mereka. Aku sudah berjalan beberapa
meter dari bangku itu, aku mendenar salah satu dari mereka memanggil-manggil
aku, tapi aku tidak peduli dengan mereka Karena aku tahu pasti mereka akan
meminta kenalan dan menggoda aku seperti laki-laki pada umumnya.
“dek, kunci
motornya ketinggalan loh!…..tuh anak apa gak butuh ya, dipanggil gak
nyaut-nyaut.” Teriak pemuda yang tadi duduk tepat disebelahku
“udahlah,
ngapain ngurusin orang, taruh aja disitu ntar pasti dia balik lagi kalau udah
merasa kehilangan.” Sambung temannya yang duduk disebelahnya
“kak, Nadira kemana?
Kok kalian yang duduk disini. Tempat duduk ini kan udah aku “CUP” sih” Tanya
Amaiza kaget dengan muka kesal kepada pemuda-pemuda yang duduk di bangku itu
“bangku kosong
itu milik umum dek, gak ada nge”CUP” segala” sambung pemuda yang lainnya
“tapi kan, tadi
temenku udah duduk duluan disini kak!” gertak Amaiza kepada pemuda-pemuda itu
“oh cewek jutek
tadi? Itu temen kamu, tuh dia pergi ke arah sana, tuh kunci motornya malah
ditinggal.” Kata pemuda yang berdiri
“nama temen
kamu itu Nadira ya?” kata pemuda yang tadi duduk tepat disebelahku
“iya kak.” Jawab
Amaiza sambil memandang ke arah seorang pemuda yang bertanya kepadanya
“oke, kamu
tunggu disini, aku akan cari teman kamu itu, aku juga mau mengembalikan kunci
motornya. Ini semua salahku makanya dia pergi, tadi dia dibikin bahan bercandaan
sama temen-temen disini, sorry ya” kata pemuda yang tadi duduk tepat disebelahku
kepada Amaiza
“kalian jaga
cewek ini baik-baik ya, awas aja kalau sampai terluka segores pun, gue mau cari
cewek itu” kata pemuda yang tadi duduk tepat disebelahku kepada teman-temannya
“SIAP BOSS!!! Pasti
kita jaga amanat dari Big Boss kita.” Kata salah seorang pemuda sambil tertawa
berbahak bahak
“gue serius
Fin!” kata pemuda yang tadi duduk disebelahku dengan muka serius dan garang
sambil berdiri mendekati pemuda yang tertawa berbahak bahak
“santai, santai
Ven, Keep Calm.. kaya gak kenal Alfin
aja, kita pasti jagain cewek ini kok…
tenang aja bro.” kata Rendy sambil menahan amarah temannya Raven
Aku masih
berjalan tanpa arah, dan mencari tempat untuk istirahat sejenak. Kakiku rasanya
pegal kalau terus berjalan-jalan. Akhirnya aku teringat temanku Amaiza, pasti
dia sudah kesal dan kebingungan mencariku. Aku segera membuka Tasku untuk
mengambil Smartphone-ku, dan ternyata aku lupa membawa smartphone-ku karena
tadi waktu berangkat aku sangat terburu-buru karena waktu sudah agak sore. Aku
harus bagaimana sekarang, aku tidak membawa HP aku tidak bisa menghubungi
Amaiza. Aku diselimuti perasaan gelisah dan rasa bersalah pada Amaiza,
bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya, dia sangat cantik pasti banyak digoda
oleh laki-laki hidung belang. Dan aku tahu betul kalau Amaiza itu gadis yang
polos, dia bisa apa kalau dirayu oleh laki-laki seperti para pemuda tadi.
Perasaan dihatiku pun berkecamuk menjadi satu, aku benar-benar mengkhawatirkan
temanku yang cantik itu. Akhirnya aku memutuskan untuk Turn Back ke bangku yang kami berdua ingin duduki tadi. Aku punya
keyakinan, kalau para pemuda itu sudah pergi meninggalkan tempat itu dan
tinggalan seorang gadis cantik yang menangis tersedu-sedu seperti anak ayam
kehilangan induknya. Sesegera mungkin aku berlari menuju bangku tadi.
“bruakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk.”
Aku bertabrakan dengan seorang pemuda yang berlari dari arah berlawanan
sehingga kami berdua pun terjatuh
“kamu gak papa?”
kata pemuda itu sambil meraih tanganku mencoba membantuku untuk berdiri
Aku mengabaikan
bantuan dari pemuda itu dan melanjutkan langkahku ke depan menuju bangku tadi.
“Nadira, tunggu….”
Aku tersentak
mendengar pemuda itu dengan jelas menyebut namaku, sehingga membuat aku merasa
keheranan dan menoleh ke arahnya. Pemuda itu pun berjalan mendekatiku.
“Ini kunci
motor kamu kan, aku minta maaf seharusnya aku tidak duduk disana bersama
teman-temanku” kata pemuda itu sambil menyerahkan sebuah kunci motor dengan
gantungan kunci boneka strawberry
“tapi darimana
kakak tahu namaku?” Tanyaku kepada pemuda itu penasaran sambil menerima kunci motorku
“teman kamu itu
datang dan marah-marah sama kami, katanya kalian berdua udah nge “ CUP “ bangku
itu untuk berduaan ya” kata pemuda itu sambil tersenyum tipis kepadaku
Entah kenapa
aku juga membalas senyuman pemuda itu, karena memang terdengar funny kalau Amaiza dan aku sudah
membooking sebuang bangku untuk menikmati pemandangan Monas berdua saja. Yah,
kelihatannya begitu karena ketika mereka datang untuk bergabung kepadaku, aku
justru pergi meninggalkan mereka. Tanpa aku sadari, tingkah laku aku dan Amaiza
kadang-kadang memang aneh saking akrabnya bahkan seperti saudara kandung
sendiri. Padahal ketika aku dirumahku di Kampung, aku tidak seakrab itu dengan
adik kandungku sendiri. Aku jadi merasa lucu dan geli sendiri mendengar ucapan
dari pemuda itu kepadaku. Sesaat aku melihat ke arahnya, dia tampak sedang memandangiku
dengan tatapan tajam. Aku jadi merasa salah tingkah karenanya, tapi kalau aku perhatikan
secara jelas ternyata pemuda ini punya mata yang indah dengan alis yang hitam
tebal. Dia lebih mirip seperti bule daripada orang Indonesia asli, hanya saja
kulitnya tidak begitu putih. Tapi kalau menurutku, dia cukup tampan.
Bersambung...
Bersambung...
0 komentar