Siang itu sebuah
mobil Honda Jazz putih berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah yang gelap
dipenuhi semak belukar dan tampak tak terawat. Halamannya pun dipenuhi alang
alang yang tinggi hingga menutupi pandangan mata. Suasananya begitu sunyi dan
dingin bak tempat-tempat angker seperti kisah-kisah hantu ditelevisi. Chretezzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz…….. suara pintu
mobil jazz itu dibuka. Seorang wanita paruh baya berwajah mungil nan molek mengenakan
kerudung merah muda keluar dari mobil jazz itu. Dia segera membuka pintu mobil
yang lainnya dan tersenyum manis kepadaku.
“Nanny.. ayo
cepat turun, kita sudah sampai” ajak wanita paruh baya itu dengan penuh
kelembutan seraya menggandeng tanganku
Aku masih
terdiam duduk di jok mobil depan, rasanya enggan turun mengikuti ajakan wanita
paruh baya itu. Badanku seperti melekat erat pada kursi hingga tertempel tak
mau lepas. Hmmm.. itu Cuma alasanku saja untuk tak mau turun menginjakkan
kakiku di tanah itu. Sesaat aku melayangkan pandanganku ke sekeliling tempat
itu. Aku melihat sekelompok anak-anak bermain bola dengan riangnya, ada juga
anak perempuan yang sedang asik berkejar-kejaran kesana kemari. Aku mulai
teringat masa kecilku yang tidak begitu menyenangkan bahkan bisa dikatakan
suram. Karena aku dibesarkan dalam keluarga broken home.
Aku menghela nafas panjang, aku langkahkan satu persatu kakiku turun dari mobil. Walaupun rasanya begitu berat tetapi bagaimanapun juga wanita paruh baya itu adalah ibuku, tentu aku tidak bisa menolak perintahnya.
“Ibu….kenapa
kita harus pergi kesini? Apa ibu sudah lupa kejadian 10 tahun yang lalu?”
tanyaku penasaran dengan nada agak manja seperti biasanya
Ibuku hanya
tersenyum sambil membuka gembok pintu gerbang rumah yang telah lama tak
berpenghuni itu. Ia berjalan diantara alang-alang mencoba mencari celah kosong
yang tidak begitu berlumpur. Aku pun terpaksa mengikuti jejaknya dibelakang,
sesekali sepatu high heels ku tercebur ke dalam kubangan lumpur becek yang
menjijikan. Hufhh. Benar-benar sangat menyebalkan sekali, walaupun dulu aku
tinggal di tempat ini tetapi selama ini aku telah hidup Di kawasan elit Jakarta.
Lagipula aku enggan mengunjungi tempat ini, meskipun ini adalah rumahku sendiri
karena banyak kenangan pahit yang aku alami di tempat yang tidak aku sukai ini.
Beruntung adikku Nafiz tidak mengalami kejadian buruk itu, walaupun dia
termasuk menanggung beban kepedihan itu. Betapa tidak, Dia masih berada dalam
kandungan ibuku waktu itu, yang akhirnya harus terpaksa lahir premature karena
pernah mengalami kecelakaan saat usia kandungan muda. Kini dia telah bersekolah
sambil mengaji di sebuah pesantren terkenal di Jakarta. Semua kejadian tragis
itu tidak pernah kuceritakan kepadanya, meskipun dia sering menanyakannya
kepadaku.
Ibuku tampak
mencari-cari sesuatu mungkin beberapa peralatan di dapur yang dapat digunakan
untuk membersihkan ruangan. Aku pun berjalan-jalan melihat sekeliling rumah
yang sangat kotor. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah kamar dengan pintu
tertutup oleh rumah laba-laba, itu adalah kamarku. Aku pun membuka perlahan
lahan pintu itu berharap menemukan sesuatu yang dapat membantu ibuku untuk
membereskan rumah.
Sepucuk surat tergeletak di meja berdebu nan usang. Entah sudah berapa lama dibiarkan begitu saja. Dinding-dinding kosong tak bernyawa telah menjadi saksi kejadian waktu itu. Hari dimana aku menerima kepahitan hidup yang luar biasa hingga kini masih sangat menggema di pikiranku. Tentu saja, aku masih ingat bagaimana mereka memperlakukanku dan ibuku. Aku ingat dengan jelas bagaimana aku merengek memohon belas kasihan mereka. Sedangkan ayahku harus tinggal jauh dari kami demi urusan pekerjaan.
Ayahku adalah
HSE Officer di sebuah perusahaan pertambangan minyak lepas pantai, yang selalu
berpindah dari kota satu ke kota lainnya di seluruh nusantara. Ia hanya pulang
setahun sekali saat lebaran tiba namun terkadang hingga 2 sampai 3 tahun sekali
ketika dia mendapatkan job ke luar
negeri. Sedangkan ibuku hanyalah pegawai di sebuah klinik swasta, dia membantu
pekerjaan dokter melakukan tindakan medis yang kebetulan masih saudara jauh
ayahku. Ibuku hanya lulusan SMA, tetapi cukup terampil layaknya perawat
kesehatan mungkin karena sudah cukup terlatih.
Tiba-tiba aku
ingin menyentuh kembali surat yang tergeletak 10 tahun yang lalu itu. Hatiku seperti
tergerak untuk membaca kembali isi surat itu. Aku buka amplop berwarna kuning
yang sudah hampir remuk. Sempat aku merasa janggal, karena dalam waktu yang
cukup begitu lama kertas surat yang berwarna putih itu masih utuh meskipun
warnanya agak memudar. Tetapi tinta-tinta yang tergores pada tiap baris
lembaran itu pun masih utuh bisa terbaca seperti tak rela untuk dilupakan. Air mataku
pun mulai mengalir ketika kubaca sepenggal isi surat itu.
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
Nanny sayang,
Ayah sangat
sayang sama Nanny dan ibu, ayah tidak mungkin melakukan hal serendah itu meninggalkan
kalian berdua. Kalian adalah harta ayah yang paling berharga, semangat ayah
dalam mencari nafkah, kebahagiaan dalam kehidupan ayah. Jangan mendengarkan
fitnah keji itu., astaghfirullah ayah benar-benar tidak menyangka nenek dan
kakek tega melakukan ini kepada kalian harta terbesar ayah. Ayah selalu
menyesali perbuatan ayah mempercayai mereka, ayah benar-benar merasa bersalah
telah menyakiti perasaan ibumu. Ayah baru sadar ibumu sungguh pandai
menyembunyikan penderitaannya. Maafkan ayah yang tidak mempercayai tangisan
sedihmu. Ayah janji akan segera menjemputmu. Tunggulah ayah nak, bilang pada
ibu sebentar lagi ayah akan segera kesana.
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Itulah surat
terakhir dari ayahku yang dia tulis secara diam-diam dan dikirimkan oleh
seorang tetangga dekat keluarga kami. Waktu itu aku masih berusia 6 tahun, aku
tidak tahu kenapa ibu menitipkanku pada salah seorang temannya di kota Manado.
Tetapi aku ingat dengan jelas ketika tetanggaku mengatakan ibukku dibawa ke
rumah sakit karena kecelakaan. Aku sangat histeris ketika melihat kondisi ibuku
yang berlumuran darah, tetanggaku segera memelukku dengan hangat berusaha
menenangkanku.
Memang selama
ini, keluargaku sering diteror orang tak dikenal apalagi ketika ayah tidak
dirumah. Mereka tidak hanya mencuri dan merampok, terkadang hingga melukai
ibuku. Namun para peneror itu tidak pernah sekalipun menyentuhku, meskipun aku
menangis merengek rengek. Itulah kadang yang membuat tetangga datang berduyun
duyun untuk memeriksa kejadian dirumah kami. para tetangga sering mengait-ngaitkan
hal itu dengan ketidakharmonisan hubungan antara keluarga kami dengan nenek
kakek. Menurut beberapa cerita tetangga, ayah dan ibuku menikah tanpa
persetujuan mereka. Ayahku adalah orang yang berpendidikan tinggi sedangkan
ibuku hanya lulusan SMA swasta.
Kakek dan Nenek
pun sering sekali menghardik bahkan memukul ibuku ketika melakukan kesalahan
yang tidak jelas dimana letak kesalahannya. Tetapi sekalipun ibuku tidak pernah
melawannya. Pernah suatu waktu ibuku diusir dari rumah kami sendiri, padahal
rumah itu dibangun dari hasil kerja keras ayah dan ibu mencari uang. Tapi mereka
menganggap kalau ibuku hanya menjadi beban keluarga mereka yang hanya bisa meminta-minta.
Meskipun begitu kakek dan nenek tidak begitu kejam terhadapku mungkin karena
aku masih berhubungan darah dengan mereka. Tetapi tentu saja, hatiku sangat
teriris-iris melihat perlakuan keji mereka. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa
hanya mampu menangis tersedu sedu sepanjang malam. Setiap ayah pulang, ibu tidak
pernah mengadu kepada ayah. Dia juga melarangku untuk mengatakan hal itu kepada
ayah.
Pagi itu hari
minggu, ibuku sedang membersihkan halaman belakang rumah. Seperti biasanya dia
mencabut satu persatu rumput tumput liar yang sudah agak meninggi. Aku pun senang sekali membantu pekerjaan
berkebun ini. Yah, inilah hobby favoritku dirumah yaitu berkebun dan beternak
ayam kampong. Aku suka sekali memainkan anak ayam yang masih baru menetas,
kulitnya begitu halus dan lembut. dubrakkkkkkkkkkkkkkkkkkk… tiba-tiba terdengar
seperti ada pintu yang didobrak orang secara paksa. Ibu pun segera melihatnya
masuk ke dalam rumah. Setelah itu ibu terlihat berlinang airmata dan memanggil-manggil
tetangga sebelah rumah untuk membawaku pergi jauh dari sana. Aku merasa bingung
dan mulai ikut meneteskan air mata segera mendekap erat ibuku. Tetapi tetanggaku
membopongku meninggalkan ibuku, dan masuk ke mobilnya. Aku berteriak histeris
memohon untuk tetap tinggal bersama ibuku. Tetanggaku itu terus memelukku yang
meronta ronta dan merengek rengek hingga aku terlelap tidur karena kelelahan.
Ketika aku
terbangun, aku telah berada disebuah kamar yang tidak besar namun tampak elegan.
Dindingnya berwarna hijau terang dengan beberapa jendela kaca yang besar. Semua
benda tertata rapi di dinding dan meja. Aku begitu merasa asing dengan tempat
itu. Aku segera teringat ibuku yang entah berada dimana, aku pun merengek
rengek dan menangis mencari ibuku. Tetanggaku datang, dan melihatku telah
terbangun dan menangis mencari ibuku, ia segera menggendongku dengan kasih
sayang dan segera menyuapkan beberapa makanan namun rasanya mulut ini kelu
untuk menyentuh makanan selezat apapun itu. Dia kemudian menghiburku, dan
mengatakan kalau aku telah berada di kota Manado. Sesaat terdengar telepon berdering, rupanya
itu telepon dari rumah sakit yang mengabarkan ibuku telah mengalami kecelakaan.
Aku masih ingat
seperti apa kondisinya waktu itu, ibuku yang masih berbaring lemah di kasur
busa berwarna putih dengan seprei yang berbau khas seperti obat bius, hingga
membuatku rasanya ingin muntah. Ruangannya pun tidak begitu luas, tetapi banyak
benda di dalamnya seperti kamar multi fungsi. Ada TV, sofa, kulkas, dan meja
vas bunga. Ibuku mulai bercerita kepada tetanggaku tentang kejadian yang
dialaminya, ia terlihat meneteskan air matanya dengan begitu pilu. Aku pun jadi
ikut menangis dan sedih, aku tidak tahu kenapa setiap ibuku sedih aku merasa
ikut sakit dan menderita. Tetanggaku itupun segera menggendong tubuhku yang
mungil dan kurus, dai mengelus elus rambutku untuk menenangkanku.
“Apa salahku,
kenapa mereka begitu membenciku.. aku berusaha tidak melakukan kesalahan
apapun, tapi tetap saja mereka ingin memisahkan aku dari ayahnya nanny..” ucap
ibuku tergagap gagap diringi isak tangisan
“ Yang namanya
keluarga pasti ada ketidakcocokan tapi kalau sudah main hakim sendiri seperti
ini, sudah tidak wajar lagi, kenapa mesti memisahkan dua orang yang saling
mencintai dan sudah berkeluarga. Apa mereka tidak punya hati? Apalagi sudah
punya buah hati seperti ini benar benar kebangetan” sambung tetanggaku menaruh
simpati sambil terus mendekapku hangat
“Yah, mereka
memaksaku untuk menggugat cerai ayah Nanny, tetapi aku sangat mencintainya. Aku
tidak bisa melakukan itu. Mereka justru mengancam akan membunuhku, karena telah
memilih wanita yang tepat untuk ayah Nanny bahkan mereka mengatakan ayah Nanny
telah melakukan pernikahan siri dengan wanita itu. Aku tidak menghiraukan
kata-kata mereka dan segera pergi menuju Manado. Ketika aku turun dari terminal
berjalan untuk menyetop angkot, tiba-tiba sebuah mobil menyerempetku tetapi aku
masih diberi perlindungan oleh Yang maha Kuasa hingga ada beberapa orang yang
menolongku meskipun mobil itu tidak berhasil ditemukan. Tapi aku bisa lihat itu
plat mobil seseorang yang aku kenal ” Ucap ibuku dengan linangan air mata yang
semakin dera.
accident anime |
Pagi itu langit
biru membentang luas, awan putih membumbung diseberang pegunungan yang tinggi
nan biru. Burung-burung berkicau riang menyambut hari baru berharap ada kabar
gembira yang datang. Tanah-tanah masih berlumpur seperti diguyur hujan deras semalaman,
embun-embun sejuk masih menempel lekat didedaunan hijau nan segar seolah enggan
untuk jatuh terpisah dari induknya. Kemilau surya yang kekuningan tampak membias
dalam pantulan anak sungai yang mengalir tenang.
young daddy |
Seorang
laki-laki berkulit coklat terang tampak sumringah menenteng tas dan menggeret
kopernya menuju sebuah rumah sederhana ditepi sebuah jalan. Wajahnya terlihat
pucat seperti kurang tidur, namun senyum bibirnya terus mengembang ketika
semakin mendekati halaman rumahnya. Sudah begitu lama sejak ia merantau
meninggalkan istri dan putri semata wayangnya untuk mencari nafkah. Meskipun ia
tergolong sukses dalam pekerjaannya, namun ia memilih untuk menabungkan
sebagian uangnya untuk masa depan anak-anaknya kelak. Sehingga ia tidak membeli
kendaraan mewah apapun, lagipula dia selalu bepergian jauh jadi kendaraan itu
tidak begitu bermanfaat untuknya. Lagipula istrinya lebih menyukai menggunakan
sepeda motor dan angkot untuk keperluan belanjanya dirumah.
“tok….tok….tok Assalamualaikum”
“tok…tok..tok
Assalamualaikum… bu…ayah pulang” ucap laki-laki itu dengan sumringah
Namun tak
terdengar suara seorang pun menjawab salam laki-laki itu. Seorang tetangga
mengatakan kepadanya kalau istri dan anaknya dibawa kerumah orang tuanya. Akhirnya
laki-laki itupun segera naik angkot menuju desa sebelah tempat orangtuanya
tinggal. Sesampai disana laki-laki itu disambut dengan ramah dan hangat oleh
kedua orang tuanya. Namun dia tidak melihat batang hidung istri dan putri
kesayangannya itu.
“Bu, Nanny dan
Ashari mana? Kata Pak Mustofa dia tinggal disini sementara waktu”
“Kenapa kamu
menanyakan wanita yang telah menghianatimu itu! Dia bahkan telah berselingkuh
dan hamil dengan pria lain… seharusnya kau ceraikan dia dan menikah dengan
miranty seorang wanita karir yang sukses itu, dia jauh lebih cocok untukmu…
lagipula dulu ibu sudah pernah menjodohkanmu dengannya ketika dia masih kuliah….
Dia mengatakan bersedia menikah denganmu meskipun telah menjadi duda.”
“Ashari tidak
mungkin menghianatiku, kalau memang dia hamil itu pasti anakku… bulan lalu aku
pulang karena sudah sangat merindukan mereka, aku coba curi-curi waktu liburku
meskipun hanya sehari.. dan sekarang aku
ingin memberikan kejutan untuk putriku yang sebentar lagi genap berusia 6 tahun….
Sudah lama dia minta dibelikan boneka putri salju… dia pasti menyukainya”
terang laki-laki tinggi berwajah tampan itu seraya memperlihatkan bungkusan
kado berwarna ungu tua dengan motif bunga bunga
“percayalah
pada ibu nak, istrimu telah hamil 5 bulan apa dia tidak memberitahumu? Apakah kau
tidak bisa melihat perubahan pada tubuhnya” sambung perempuan tua berwajah
galak tergagap gagap berusaha meyakinkan putra sulungnya itu
“lalu dimana mereka
sekarang, bu?” kata laki-laki itu penasaran
“ibu berusaha
melarangnya pergi, tapi dia bersikeras untuk meninggalkan rumah dan pergi ke
Jakarta bersama kekasih barunya itu” jawab wanita tua dengan pura-pura terisak
dan meneteskan air matanya
Laki-laki
itupun terdiam, dia merasa heran dengan pernyataan ibunya itu. Dalam hati dia
berpikir kalau memang istrinya hamil, mengapa tidak memberitahunya melalui
telepon. Dia segera menelpon istri kesayangannya itu, namun tak satupun
panggilan terjawab. Hatinya mulai gundah gulana, dia merasa amat sangat kecewa
dengan perbuatan istrinya itu. Hatinya sangat hancur bagai dihantam ribuan
meteor, hingga dia tak sanggup hidup lagi. Tubuhnya begitu lunglai dan lesu,
wajahnya menunduk dan airmatanya mulai menetes jatuh ke lantai. Ibunya terus
berusaha memanas-manasinya hingga membuat laki-laki itu membenci istri
tercintanya itu.
cry lil girl |
Setelah selesai
melakukan sebuah pemeriksaan laboratorium, seorang wanita diantar seorang
perawat muda berbadan proporsional dengan menggunakan kursi roda ke kamarnya. Wanita
itu tersenyum senang melihat putri kecilnya sedang makan buah dengan lahapnya.
“Bu, kalau ada
apa-apa….panggil saja kami ada diruangan jaga ya.” Kata perawat muda itu dengan
lembut dan ramah
“iya suster…”
jawab wanita itu pelan sambil tesenyum
“akhirnya Nanny
sudah mulai mau makan, sejak kemaren dia hanya merengek dan menangis aku takut
kalau dia sampai sakit” sapa wanita itu lagi sambil membelai rambut putri kecilnya yang sedang lahap memakan buah
“iya, kasihan
anak seusia ini harus ikut menghadapi masalah sepelik itu…eh.ngomong-ngomong
bagaimana hasilnya. Apakah positif?” Tanya seorang wanita paruh baya yang sejak
tadi menjaga putri kecilnya selama dia dibawa ke laboratorium
“iya, positif. Aku
harus segera memberitahunya pada ayah Nanny. Dia pasti sangat senang mendengar
berita ini. Terima kasih ya kak, buat semuanya. Kakak sudah membantu aku hingga
sejauh ini. Tanpa kakak aku tidak tau apa yang harus aku lakukan” jawab wanita
itu berderai airmata
“iya sama-sama
kamu sudah seperti adik kandungku sendiri, aku juga sangat menyayangi Nanny
seperti anakku sendiri. Tau sendiri kan, suamiku sangat menyayangi Nanny apalagi sejak ketiga
putra kami meninggal karena kecelakaan itu.”
bersambung....
bersambung....
0 komentar