Asfiksia adalah keadaan
dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi
dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada
saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu
hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2008,h: 144).
Asfiksia berarti
hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
(Abdul Bari, 2000).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim yang berhubungan dengan factor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, dan setelah kelahirkan.(Manuaba,2002)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim yang berhubungan dengan factor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, dan setelah kelahirkan.(Manuaba,2002)
Asfiksia yaitu keadaan
yang timbul karena kekurangan oksigen dalam udara pernapasan sehingga tampak
tanda-tanda permulaan terhentinya kehidupan (Laksman 2003, h.27).
1. Etiologi
Hipoksia janin yang
menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta
transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2, gangguan ini
dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu pada saat
kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam
persalinan.
Gangguan menahun dalam
kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia,
hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini pengaruh
terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian
zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat
dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna,
sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang
timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan
anoksia atau hipoksia janin dan terakhir dengan asfiksia bayi. Keadaan ini
perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir.
Faktor-faktor yang mendadak ini terdiri atas :
a.
Faktor-faktor
dari pihak ibu, seperti :
1)
Gangguan
his, misalnya hipertani dan tetani
2)
Hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta dan previa
3) Hipertensi.
4) Preeklampsia
dan eklampsia.
5) Pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta).
6) Partus
lama atau partus macet.
7) Demam
selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
8) Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan).
b.
Faktor-faktor
dari pihak janin, seperti
1)
Ganguan
aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
2)
Depresi
pernapasan karena obat-obat anestesia/ analgetika yang diberikan pada ibu,
perdarahan intrakranial, dan persalinan dengan tindakan
3)
Kelainan
bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru
dan lain-lain).
4)
Ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
c. . Faktor Tali Pusat.
1) Lilitan
tali pusat.
2) Tali
pusat pendek.
3) Simpul
tali pusat.
4) Prolapsus
tali pusat
d.
Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:
a)
Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan
pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
perdarahan intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia
diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan
lain-lain.
2. Klasifikasi
Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam :
Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam :
a. “Vigorus Baby” (Asfiksia ringan), skor apgar 7-10, dalam
hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. “Mild-Moderate Asphyxsia” (Asfiksia
sedang), skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. “Asfiksia
berat” skor apgar 0-3 pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan
henti jantung, yaitu dengan keadaan :
1)
Bunyi jantung fetas menghilang tidak lebih dari 10
menit sebelum lahir lengkap.
2)
Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
3. Diagnosis
Diagnosis asfiksia ditegakkan dengan :
a. Denyut
jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke
bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal
itu merupakan tanda bahaya
b. Memperhatikan
keadaan klinis, pada kasus emergensi, diagnosis asfiksia berat bila didapatkan
bayi baru lahir dengan gejala sianosis, bradikardi, dan hipotoni.
c. Mekonium
dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak
ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal
itu dapat dilakukan dengan mudah.
d. Pemeriksaan
pH pada darah janin
Menggunakan amnioskop yang dimasukkan
lewat servik, dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh
darah janin. Darah ini diberikan PH nya, adanya asidosis menyebabkan turunnya
PH, apabila PH turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
4. Penilaian
APGAR
Untuk menentukan
tingkat asfiksia dengan tepat, membutuhkan pengalaman dan observasi klinis
serta penilaian yang tepat, sehingga pada tahun 1953-1958 Virginia Apgar
mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan neonatus. Kriteria
ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam
basa pada bayi dan juga dapat memberikan gambaran berat perubahan
kardiovaskuler, cara ini sangat ideal dan telah umum digunakan.
Patokan kllinis yang
dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha bernapas, menilai
tonus otot, menilai reflek rangsangan, memperhatikan warna kulit.
Virginia Apgar
menyatakan bahwa : setiap bayi yang lahir dengan menangis biasanya hidup,
tetapi bayi yang lahir tidak menangis biasanya cepat meninggal. Maka beliau
membuat daftar penilaian dengan mengobservasi pada menit pertama dan menit
kelima setelah lahir, adapun tujuannya menit pertama untuk menunjukkan beratnya
asfiksia dan menentukan gejala sisa.
Dibawah ini adalah
tabel Apgar skore untuk menentukan derajat asfiksia.
Gejala
|
0
|
1
|
2
|
Denyut jantung
janin
|
Tidak ada
|
< 100
|
> 100
|
Pernapasan
|
Tidak ada
|
Lemah, menangis
Lemah
|
Baik, menangis
|
Otot
|
Lemas
|
Reflek
lemah
|
Gerak aktif, reflek
baik
|
Reaksi terhadang
rangsangan
|
Tidak ada
|
Menyeringai
|
Menangis
|
Warna kulit
|
Biru/ pucat
|
Badan merah/
ekstrimitas pucat
|
Seluruhnya merah
|
Tabel 2.1
5. Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi
asfiksia neonatorum adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
membatasi gejala sisa, yang mungkin timbul dikemudian hari. Dengan dilakukan
resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia
progresif karena dapat memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian O2
dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 kepada otak, jantung
dan alat-alat vital lainnya.
Tindakan resusitasi
bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi :
A ( Memastikan saluran nafas terbuka )
a) Meletakkan
bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal
b) Keringkan tubuh dan mulut bayi dengan
handuk kering, kecuali pada bayi dengan meconium staining.
c) Menghisap
lendir mulai dari mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
d) Bila perlu, masukkan pipa endotrakeal
(pipa ET) untuk memastikan saluran nafas terbuka
B ( Memulai pernapasan )
a)
Memakai
rangsangan taktil untuk memulai pernapasan
b)
Memakai
VTP, bila perlu seperti sungkup dan balon atau pipa ET dan balon.
c)
Mulut
ke mulut (hindari paparan infeksi)
C ( Mempertahankan sirkulasi darah )
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi
darah, dengan cara : kompresi dada, pengobatan.
0 komentar