kebidanan

Cara Penanganan Bayi Asfiksia Yang Wajib Diketahui Tenaga Kesehatan

05:42

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2008,h: 144).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. (Abdul Bari, 2000).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim yang berhubungan dengan factor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, dan setelah kelahirkan.(Manuaba,2002)
bayi_asfiksia
Asfiksia Pada Bayi
Asfiksia yaitu keadaan yang timbul karena kekurangan oksigen dalam udara pernapasan sehingga tampak tanda-tanda permulaan terhentinya kehidupan (Laksman 2003, h.27).

1.      Etiologi
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2, gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu pada saat kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan terakhir dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktor yang mendadak ini terdiri atas :
a.       Faktor-faktor dari pihak ibu, seperti :
1)      Gangguan his, misalnya hipertani dan tetani
2)      Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta dan previa
3)      Hipertensi.
4)      Preeklampsia dan eklampsia.
5)      Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta).
6)      Partus lama atau partus macet.
7)      Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
8)      Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan).
b.      Faktor-faktor dari pihak janin, seperti 

1)      Ganguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
2)      Depresi pernapasan karena obat-obat anestesia/ analgetika yang diberikan pada ibu, perdarahan intrakranial, dan persalinan dengan tindakan
3)      Kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dan lain-lain).
4)      Ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

c.       . Faktor Tali Pusat.
1)       Lilitan tali pusat.
2)      Tali pusat pendek.
3)      Simpul tali pusat.
4)      Prolapsus tali pusat
d.      Faktor Neonatus

    Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:
a)      Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b)  Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
2.      Klasifikasi
      Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam :
a.       Vigorus Baby (Asfiksia ringan), skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan  tidak memerlukan tindakan istimewa.
b.      Mild-Moderate Asphyxsia” (Asfiksia sedang), skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c.       “Asfiksia berat” skor apgar 0-3 pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
      Asfiksia berat dengan henti jantung, yaitu dengan keadaan :
1)        Bunyi jantung fetas menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
2)        Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
3.      Diagnosis
Diagnosis asfiksia ditegakkan dengan :
a.       Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
b.  Memperhatikan keadaan klinis, pada kasus emergensi, diagnosis asfiksia berat bila didapatkan bayi baru lahir dengan gejala sianosis, bradikardi, dan hipotoni.
c.       Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
d.      Pemeriksaan pH pada darah janin
Menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat servik, dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diberikan PH nya, adanya asidosis menyebabkan turunnya PH, apabila PH turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)
4.      Penilaian APGAR
Untuk menentukan tingkat asfiksia dengan tepat, membutuhkan pengalaman dan observasi klinis serta penilaian yang tepat, sehingga pada tahun 1953-1958 Virginia Apgar mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan neonatus. Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam basa pada bayi dan juga dapat memberikan gambaran berat perubahan kardiovaskuler, cara ini sangat ideal dan telah umum digunakan.
Patokan kllinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha bernapas, menilai tonus otot, menilai reflek rangsangan, memperhatikan warna kulit.
Virginia Apgar menyatakan bahwa : setiap bayi yang lahir dengan menangis biasanya hidup, tetapi bayi yang lahir tidak menangis biasanya cepat meninggal. Maka beliau membuat daftar penilaian dengan mengobservasi pada menit pertama dan menit kelima setelah lahir, adapun tujuannya menit pertama untuk menunjukkan beratnya asfiksia dan menentukan gejala sisa.
Dibawah ini adalah tabel Apgar skore untuk menentukan derajat asfiksia.
Gejala
0
1
2
Denyut jantung
 janin
Tidak ada
< 100
> 100
Pernapasan

Tidak ada
Lemah, menangis
Lemah
Baik, menangis
Otot
Lemas
Reflek lemah
Gerak aktif, reflek baik
Reaksi terhadang
rangsangan
Tidak ada
Menyeringai
Menangis
Warna kulit
Biru/ pucat
Badan merah/ ekstrimitas pucat
Seluruhnya merah
Tabel 2.1

5.      Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia neonatorum adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa, yang mungkin timbul dikemudian hari. Dengan dilakukan resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia progresif karena dapat memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian O2 dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi :
A ( Memastikan saluran nafas terbuka )
a)      Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal
b)  Keringkan tubuh dan mulut bayi dengan handuk kering, kecuali pada bayi dengan meconium staining.
c)      Menghisap lendir mulai dari mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
d)    Bila perlu, masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran nafas terbuka
( Memulai pernapasan )
a)      Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan
b)      Memakai VTP, bila perlu seperti sungkup dan balon atau pipa ET dan balon.
c)      Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)

C ( Mempertahankan sirkulasi darah )
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah, dengan cara : kompresi dada, pengobatan.

You Might Also Like

0 komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Like us on Facebook

created by Ariyani Magenta . Powered by Blogger.